Hak-hak perseorangan biasanya akan melekat pada diri pribadi orang yang bersangkutan. Hak-hak perseorangan tersebut tidak dapat dijadikan objek jaminan fidusia seperti diuraikan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Adminitrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, tertanggal 15 Maret 2005 Nomor C.HT.01.10-22 tentang Standardisasi Prosedur Pendaftaran Fidusia (SE Dirjen AHU No.C.HT.01.10-22), juncto surat dari Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum, tertanggal 24 Februari 2006 Nomor C.HT.06.10-01, perihal Evaluasi dan Laporan Kantor Pendaftaran Fidusia junctis surat dari Direktur Perdata - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia Republik Indonesia, Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum, tertanggal 9 Juni 2006 Nomor C2-HT.04.06-13 perihal Pemberitahuan tentang Objek Jaminan Fidusia. Contoh hak-hak perseorangan, antara lain:
- Termijn (termin) proyek, hak sewa atau hak untuk menyewakan yang disebut juga kontrak atau pinjam pakai. Hak-hak tersebut dianggap sebagai hak perseorangan yang melekat pada orang atau individu pemiliknya. Termijn proyek ini tidak dapat dijaminkan. Hal yang dapat dijaminkan atau dialihkan adalah tagihan-tagihan yang timbul dari hak perseorangan tersebut, misalnya: tagihan atas pembayaran terminj proyek, tagihan atas pembayaran sewa, atau tagihan atas pembayaran kontrak.
- Asuransi (termasuk polis asuransinya). Hal yang menarik disini, walaupun asuransi termasuk polisnya tidak dapat dibebani jaminan fidusia, klaim asuransi yang timbul dari tagihan atas suatu peristiwa yang dijamin oleh asuransi tersebut dapat dibebani jaminan fidusia. Dengan demikian, jika akan mendaftarkan jaminan fidusia untuk suatu asuransi, harus melampirkan bukti klaim atas asuransi tersebut.
- Rekening (escrow account), Rekening bank tidak termasuk kategori benda atau hak kebendaan karena melekat pada orang yang punya rekening tersebut. Hak atau penguasaan atas rekening tersebut tidak dapat tersebut tidak dapat dialihkan kepada orang lain.Adapun utang yang dapat dijamin dengan Jaminan Fidusia berdasarkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia, haruslah berupa:
- Utang yang telah ada.
- Utang yang akan ada dan bersifat pasti, walaupun pada saat Akta Jaminan Fidusia dibuat dan ditandatangani, utang tersebut belum ada, seperti pada Bank Garansi.
- Utang yang ada pada saat eksekusi dapat ditentukan.
0 komentar:
Posting Komentar