Djarot
Saiful Hidayat adalah pemimpin dengan rekam jejak kebijakan yang konsisten
berpihak kepada warga kecil. Djarot mengedepankan komunikasi dan pendekatan
turun langsung untuk menciptakan inovasi kebijakan bagi warga Jakarta. Keberhasilannya
menata pedagang kaki lima (PKL) di Kota Blitar, Jawa Timur serta pengalaman
memimpin sebuah kota sebagai Wali Kota Blitar selama dua periode, 2000-2010,
menjadi alasan Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, atau yang akrab
disapa Ahok, melirik Drs. Djarot Saiful Hidayat, MSi untuk dijadikan sebagai
Wakil Gubernur DKI Jakarta.
Posisi
tersebut kosong setelah Ahok dilantik menjadi Gubernur DKI Jakarta periode
2012-2017 menggantikan Joko Widodo yang terpilih menjadi Presiden RI ke-7. Pada
tanggal 17 Desember 2014, Djarot resmi dilantik menjadi Wakil Gubernur DKI
Jakarta hingga sekarang. Melihat kesantunannya dalam bersikap, bertindak dan
berbicara serta memiliki pendekatan dari hati ke hati terhadap pegawai negeri
sipil termasuk masyarakat, Ahok yakin Djarot mampu menjadi penyeimbangnya dalam
menjalankan roda pemerintahan di Provinsi DKI Jakarta, yang juga menjadi Ibu
Kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Karena
itu, ketika Ahok merencanakan untuk maju kembali sebagai Gubernur DKI periode
2017-2022, sejak awal ia menginginkan Djarot menjadi
pasangannya. Akhirnya, Ketua Umum PDIP, Megawati Soekarnoputri mengabulkan
keinginan Ahok karena melihat kinerja Ahok-Djarot cukup mumpuni dalam membangun
Jakarta ke arah yang lebih baik, serta mendengarkan juga suara warga Jakarta
yang sangat menginginkan duet Ahok-Djarot memimpin kembali. Sebagai Wakil
Gubernur DKI Jakarta, bukan hanya menjalankan tugas untuk berjuang bagi rakyat
kecil, Djarot juga berkeinginan menjadikan Jakarta provinsi yang tetap
menjunjung tinggi Pancasila sebagai ideologi bangsa dan Bhinneka Tunggal Ika
sebagai simbol persatuan bangsa Indonesia. Sebagai Wakil Gubernur DKI Jakarta
dan juga kader Partai PDI-Perjuangan, Djarot menerapkan Dasa Prasetia sebagai
tujuan yang telah ditetapkan oleh partai.
Siapa Djarot Saiful Hidayat
Djarot
Saiful Hidayat, putra keempat dari keluarga Mochammad Tojib, seorang pensiunan
militer dari detasemen perhubungan. Ketika baru lahir, ayahnya memberi dia nama
Saiful Hidayat, tanpa Djarot. Nama depan Djarot itu ditambahkan kemudian, dari
panggilan seorang tukang tempe langganan sang ibu. Kebetulan, ketika kecil dia
sering diasuh penjual tempe langganan ibunya itu. Karena ketika kecil dia
sering sakit-sakitan, pengasuhnya yang penjual tempe itu suka memanggilnya
Djarot. Kepercayaan masyarakat kala itu, anak yang sering sakit-sakitan perlu
ganti atau tambah nama. Akibatnya, panggilan Djarot itu menjadi melekat dan
akrab di tengah keluarga. Hal ini membuat orangtuanya menambahkan nama Djarot
didepan namanya. Akhirnya, namanya menjadi Djarot Saiful Hidayat. Menurut orang
tuanya, nama panjangnya itu (Djarot Saiful Hidayat) mempunyai makna tersendiri
yaitu yang berarti laki-laki (Djarot) pembawa pedang (Saiful) yang diberikan
petunjuk dan kemuliaan (Hidayat). Dengan tambahan nama Djarot itu, ibunya,
Alifah, menyisipkan doa kiranya si bocah yang sempat sakit-sakitan itu kelak
akan menjadi anak laki-laki yang akan bisa memimpin dan memberikan petunjuk
maupun teladan.
Djarot
diasuh dalam lingkungan keluarga yang sudah terbiasa bekerja keras. Pekerjaan
apapun dilakukan, mulai dari bertani, berternak dan berjualan di pasar, yang
penting halal, dan pendidikan tidak terputus. Dia bercerita, sewaktu kecil,
ibunya mendirikan toko kelontong di rumahnya untuk membantu menghidupi
kebutuhan keluarga, karena gaji ayahnya sebagai tentara tak seberapa. Dia pun
bersama enam saudaranya bergantian menjaga toko kelontong ibunya itu. "Bapak
saya tentara, anaknya ada tujuh orang. Sewaktu kecil, ibu mendirikan toko
kelontong untuk membantu perekonomian keluarga. Jaganya gantian. Karena saya
sering jaga, jadi saya tahu harga gula dan beras. Saya tahu kualitas dan
jenisnya. Alhamdulilah, bisa menghidupi sekolah anak-anaknya, bisa sampai
sarjana," ceritanya. Berkat kerja keras orang tuanya, Djarot dapat
mengenyam pendidikan tinggi hingga Djarot berhasil menjadi seorang yang sukses.
Perjalanan karir Djarot mengantarnya hingga menjadi Walikota Blitar. Dalam
pemilihan oleh DPRD Kota Blitar tahun 2000, Djarot terpilih menjadi Wali Kota
Blitar ke-21 periode 2000-2005. Dalam Pilkada berikutnya, Djarot dipercaya
rakyat Blitar kembali menjabat Walikota untuk periode kedua (2005 - 3 Agustus
2010). Dalam Pemilu 2014, Djarot terpilih menjadi Anggota DPR RI Fraksi PDI
Perjuangan (2014-2019). Namun pada Desember 2014, jabatan Anggota DPR RI
tersebut dilepaskannya setelah Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama yang
baru saja dilantik menggantikan Presiden RI Jokowi, memilih dan melantiknya
menjadi Wakil Gubernur DKI Jakarta, 17 Desember 2014 – 20 Oktober 2017,
menggantikan posisi Ahok sendiri.
Jadikan Kota Blitar, Kota Maju
Selama
menjadi Wali Kota Blitar, Djarot berhasil menata ribuan pedagang kaki lima yang
dulunya kumuh di kompleks alun-alun menjadi tertata rapi. Tidak hanya itu,
mantan anggota DPR RI (1 Oktober 2014-12 Desember 2014) juga membatasi mall.
Djarot mempunyai visi dan misi yang sama dengan Presiden RI ke-7, Joko Widodo,
yakni lebih memilih menata pasar tradisional dan PKL dengan konsep yang matang
dan berpihak pada rakyat kecil dibanding mengizinkan berdirinya pusat
perbelanjaan yang justru meminggirkan kaum rakyat kecil. Dengan keberhasilannya
tersebut, tak heran jika Djarot dijuluki sebagai pakar pasar tradisional.
Kebijakannya tersebut berhasil mendongkrak perekonomian di Blitar. Salah satu
inovasi kebijakan lain dari Djarot selama menjabat sebagai Walikota Blitar
adalah mengeluarkan kebijakan renovasi rumah tidak layak huni dengan
menyediakan dana hibah. Pemerintah Kota Blitar mengucurkan uang insentif untuk
memperbaiki rumah warga yang tak layak huni senilai Rp 4,5 - 7 juta per rumah.
Dengan kebijakan ini, Djarot juga berhasil membangkitkan kembali semangat
bergotong-royong di tengah masyarakat. Masyarakat bergotong-royong merenovasi
rumah-rumah reyot yang ada di sekitarnya. Sampai akhir jabatannya, lebih 2.000
rumah reyot telah direnovasi di beberapa kelurahan dan desa.
Selama
menjabat Wali Kota, Djarot berhasil mengubah Blitar yang tadinya hanya sebuah
kota kecil dan miskin menjadi daerah terkaya nomor 2 di Jawa Timur. Kerja kerasnya
melayani warga dan membangun Kota Blitar telah membuat Ia meraih berbagai
penghargaan. Di antaranya, Penghargaan Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi
daerah pada tahun 2008, serta selama tiga tahun berturut-turut meraih Piala
Adipura dengan kategori Kota Terbersih. Kemudian ia juga mendapatkan
Penghargaan Upakarti (2007), Peringkat Pertama penerapan E-Government di Jawa
Timur (22 Maret 2010), dan Penghargaan atas terobosan inovasi daerah
se-Provinsi Jawa Timur (30 April 2008).
Wali Kota Yang Suka Blusukan
Sebagai
Wali Kota Blitar ke-21, Djarot sudah menunjukkan kepedulian dan keberpihakannya
kepada rakyat miskin. Bahkan dari apa yang dilakukannya membuktikan bahwa
Djarot tak sekadar peduli dan berpihak, melainkan memang dia menyelami hati
nurani rakyat jelata. Sejak hari-hari awal menjabat walikota, Djarot sudah suka
blusukan dengan naik sepeda dan sepeda motor Yamaha Scorpio Merah. Tanpa
memakai baju kebesaran pejabat, hanya pakai kaos oblong, ia mengitari berbagai
tempat di Blitar, menyapa dan mendengar aspirasi rakyat tanpa protokoler dan
tanpa (mengundang) liputan pers. Selama 10 tahun memimpin Blitar banyak langkah
berani dan inovatif yang dilakukannya. Seperti saat baru dilantik, ia menolak
mobil dinas baru. Dia memilih memakai mobil bekas walikota pendahulunya, Toyota
Crown. Hingga dua periode (10 tahun) menjabat walikota, dia tetap
mempertahankan Toyota Crown tersebut.
Ada
dua hal yang ingin Ia ajarkan dengan tak meminta mobil dinas baru. Pertama,
untuk penghematan anggaran. Menurutnya, mobil dinas itu masih layak, tak perlu
diganti hanya karena pejabatnya berganti. Selain itu, kalau mobil dinas
walikota diganti pasti ketua DPRD, ketua fraksi, dan staf di balaikota semuanya
meminta ganti. Walaupun sebenarnya penggantian mobil itu sudah dianggarkan,
tapi Djarot tetap menolak karena menganggap hal itu pemborosan. Kedua, Ia ingin
memberikan contoh atau teladan, bahwa menjadi pejabat itu tidak boleh
semena-mena menggunakan anggaran daerah yang berasal dari uang rakyat. Anggaran
daerah harus dikembalikan kepada rakyat dengan cara membangun kota sebaik
mungkin dan untuk peningkatan kesejahteraan mereka. “Ya dengan bincang-bincang
bareng sama warga kan saya jadi tahu permasalahan yang terjadi di tengah-tengah
warga. Lalu bisa kita kasih solusinya langsung."
Lebih
menariknya lagi adalah saat baru menjabat Wali Kota, Djarot baru saja melepas
masa lajangnya. Saat itu pasangan suami-istri tersebut tidak memiliki aset
tanah ataupun rumah pribadi di Blitar selain rumah dinas yang disediakan
Pemkot. Prihatin melihat kenyataan itu, salah seorang stafnya di Pemkot datang
menghadap dan menawarkan sebidang tanah untuk diambil secara gratis bagi
walikota baru. Tanah tersebut cukup luas, berkisar hektaran, dan terletak di
kawasan strategis. Disebut, tanah itu tidak terdata di aset Pemkot dan bisa
dimiliki 100 persen atas nama pribadi. Tanah gendom yang statusnya aman untuk
dikuasai secara pribadi, tapi Djarot dengan tegas menolaknya. Bahkan dia
meminta stafnya untuk mendata semua aset pemerintah dan tanah gendom masuk dalam
aset Pemkot, sehingga tanah-tanah tak bertuan itu menjadi terdata sebagai aset
Pemkot Blitar.
Sebagai Wakil Gubernur DKI
Gubernur
DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama melantik Djarot Saiful Hidayat menjabat
Wakil Gubernur DKI Jakarta pada 17 Desember 2014 di Gedung Balai Agung, Balai
Kota DKI Jakarta. Setelah dilantik, kesederhanaan seorang Djarot tidak berubah.
Djarot meminta disediakan lima sepeda motor untuk digunakan blusukan. Satu
sepeda motor itu ditempatkan di rumahnya. Sisanya ditaruh di lokasi-lokasi
blusukannya. “Saya sengaja memesan lima unit sepeda motor untuk digunakan
blusukan. Karena perjalanan menggunakan sepeda motor mampu menghemat waktu,
lebih gesit. Sepeda motor memiliki daya jangkau yang lebih luas ketimbang
mobil. Saya bisa masuk ke gang di kampung-kampung," ujar Djarot. Blusukan
tetap menjadi bagian dari rutinitasnya sebagai Wakil Gubernur DKI. Dalam setiap
kesempatannya blusukan ke pemukiman padat penduduk, Djarot tak segan-segan
duduk bersama dengan warga. Ia akan makan bersama dengan makanan dan minuman
yang sama dengan warga.
Ia dengan tenang mendengarkan segala keluh kesah warga lalu memberikan jawaban dengan bijak terhadap kritikan, keluhan dan aspirasi warga untuk Pemprov DKI Jakarta. “Ya dengan bincang-bincang bareng sama warga kan saya jadi tahu permasalahan yang terjadi di tengah-tengah warga. Lalu bisa kita kasih solusinya langsung. Warga enggak perlu nunggu lama-lama. Misalnya, aliran air bersih nggak ada, kita minta PAM Jaya untuk membereskannya. Ada pungli, kita minta instansi terkait membereskannya. Jadi langsung kan. Juga kita dapat masukan yang baik dari warga,” jelas Djarot.
Ia dengan tenang mendengarkan segala keluh kesah warga lalu memberikan jawaban dengan bijak terhadap kritikan, keluhan dan aspirasi warga untuk Pemprov DKI Jakarta. “Ya dengan bincang-bincang bareng sama warga kan saya jadi tahu permasalahan yang terjadi di tengah-tengah warga. Lalu bisa kita kasih solusinya langsung. Warga enggak perlu nunggu lama-lama. Misalnya, aliran air bersih nggak ada, kita minta PAM Jaya untuk membereskannya. Ada pungli, kita minta instansi terkait membereskannya. Jadi langsung kan. Juga kita dapat masukan yang baik dari warga,” jelas Djarot.
Pemberdayaan Usaha Kecil Menengah dan Pasar Tradisional untuk Jakarta
Pengalamannya
menata pasar di Blitar ia bawa ke Jakarta untuk menata keberadaan minimarket
yang telah menghimpit pedagang kelontong kecil dan pasar tradisional di
Jakarta. Selang satu hari setelah dilantik, Djarot mengatakan keinginannya
untuk mengevaluasi keberadaan minimarket di Ibu Kota. Setiap minimarket di
kelurahan dan kecamatan harus dikontrol. Menurutnya, minimarket tidak bisa
dibiarkan tumbuh berkembang pesat. "Tidak boleh ada pembiaran. Sebab bila
terjadi pembiaran, pasar tradisional akan mati. Pengusaha minimarket wajib
menampung produk usaha menengah, kecil dan mikro. Tidak boleh mau kaya sendiri
tanpa melihat warga sekitar," tegas Djarot. Djarot menyatakan akan fokus
pada pasar tradisional dan perkampungan kumuh, termasuk pembatasan minimarket.
Menurutnya, jumlah mini market di Jakarta sudah melebihi batas dan berpotensi
mematikan pedagang kecil. "Tidak boleh ada pembiaran. Sebab bila terjadi
pembiaran, pasar tradisional akan mati. Pengusaha minimarket wajib menampung
produk usaha menengah, kecil dan mikro. Tidak boleh mau kaya sendiri tanpa
melihat warga sekitar,"
Pasar
tradisional yang becek dan bau karena dipenuhi sampah, disaksikan Djarot ketika
blusukan ke Pasar Jaya Kedoya. Dia pun meminta sampah-sampah yang ada untuk
segera diangkat, serta memberi tenggat waktu membersihkan pasar secara
keseluruhan. Sehubungan dengan kebersihan pasar tradisional, Djarot
menyampaikan keinginannya untuk menjadikan pasar tradisional sebagai pusat
pengolahan kompos, contohnya di Pasar Kramat Jati yang 80% sampahnya merupakan
sampah organik. Ketika blusukan di Pasar Induk Kramat Jati, Rabu, 4 Februari
2015, Djarot meminta Perusahaan Daerah Pasar Jaya mengubah Pasar Induk Kramat
Jati, Jakarta Timur, menjadi pasar wisata. "Jadi pasar wisata belanja
sayur-mayur dan buah-buahan segar," katanya. Saat ini, Djarot kembali
mendampingi Ahok maju sebagai Calon Wakil Gubernur DKI Jakarta dalam Pilkada
2017. Karakter Djarot menjadikan pasangan ini saling melengkapi. Rekam jejak
pasangan ini juga sudah teruji selama dua tahun dan terbukti mampu melakukan
terobosan-terobosan nyata. Terobosan-terobosan yang bukan hanya mampu mengubah
wajah Jakarta, tetapi juga mengubah standar kepemimpinan di Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar