Bukti Kepemimpinan yang Inklusif
Pemerintahan
Provinsi DKI Jakarta di bawah pimpinan Ahok-Djarot merupakan pemerintahan yang
inklusif. Beberapa pemangku kepentingan, seperti perusahaan berbasis teknologi,
telah digandeng oleh Pemda DKI untuk meningkatkan efisiensi pelayanan
masyarakat. Salah satu perusahaan yang telah menjalin kemitraan dengan Pemprov
DKI Jakarta adalah Qlue, aplikasi media sosial yang sejak Desember 2014 dapat
digunakan oleh warga untuk melaporkan berbagai peristiwa yang terjadi di
Jakarta, seperti banjir, jalanan rusak, dan lain sebagainya. Qlue merupakan
bagian vital dari Jakarta Smart City, program balai kota yang menitikberatkan
penerapan konsep kota cerdas yang memanfaatkan teknologi dan komunikasi untuk
tujuan manajemen kota yang lebih efektif dan efisien.
Pada
saat ini, Qlue telah diintegrasikan ke dalam akses pelayanan publik sebagai
salah satu dari sembilan kanal pengaduan (selain Qlue, Pemprov DKI juga
memanfaatkan SMS Center, Call Center, Facebook, Twitter, Balai Warga, Email,
dan LAPOR). Fitur aplikasi juga mudah digunakan sehingga warga yang memiliki
smartphone hanya perlu mengunggah foto hal yang ingin dilaporkan. Semua
pengaduan yang masuk dari warga melalui aplikasi Qlue kemudian diklasifikasikan
berdasarkan wilayah, dan ditangani langsung di tingkat kelurahan. Dalam hal
ini, kelurahan juga memiliki opsi untuk bekerja sama dengan instansi atau dinas
terkait. Saat ini, Qlue menerima sekitar 4.000-5.000 laporan setiap hari. Qlue
yang dibentuk oleh CEO Rama Raditya sejak bulan Juli 2014 merupakan salah satu
inisiatif sektor swasta yang telah berhasil berkontribusi besar terhadap
kemajuan Jakarta. Pembangunan kota yang inklusif tidak hanya mengandalkan
kinerja pemerintah, namun juga memerlukan berbagai pemangku kepentingan untuk
turut aktif menyumbangkan hasil kerja mereka bagi kepentingan bersama seluruh
masyarakat Jakarta.
Berantas Pungli, Menuju Cashless Society
Pungutan
liar, atau pungli, sempat ramai diperbincangkan pada Oktober 2016 lalu.
Presiden Joko Widodo geram karena ternyata terdapat banyak praktik tindakan
pungli, terlebih dalam instansi pemerintahan yang berkaitan langsung dengan
pelayanan publik. Ahok-Djarot, melalui metode non-tunai, atau cashless, telah
berhasil mengurangi tindakan pungli tersebut. Kartu Jakarta One akan mengawali
transformasi transaksi di ranah DKI menjadi non-tunai. Jakarta One akan
berfungsi sebagai KTP, tiket masuk TransJakarta, kereta, dan fasilitas publik
lainnya, e-money, maupun ATM. Setiap kartu akan memiliki nama pemilik, NIK dan
saldo untuk masing-masing pemilik.
Transaksi
cashless terbukti memiliki beberapa kelebihan. Selain lebih aman, angka yang
dikeluarkan akan menjadi lebih tepat karena sudah menggunakan sistem. Selain
itu, proses transaksi non-tunai dinilai relatif lebih cepat dan efektif,
sehingga lebih kondusif untuk mendukung iklim bisnis ekonomi yang lebih baik. Transaksi
dengan menggunakan Kartu Jakarta One juga mengusung transparansi. Semua
transaksi hingga level pribadi terekam dalam sistem dan dapat dicek kembali.
Penyimpangan uang akan semakin dapat diminimalisir karena semua transaksi
berlangsung secara elektronik. Tindakan pungutan liar pun tidak akan terjadi
lagi.
Pemprov
DKI Jakarta mulai memberlakukan sistem non-cash transaction pada tahun 2016.
Pemberlakuan ini dilakukan secara bertahap. Sejak diberlakukan pada tahun
2013-2014, penarikan tunai maksimal Rp 250 juta. Kemudian tarik tunai melalui
rekening kas kecil (petty cash) diminimalisasi kembali menjadi Rp 2,5 juta.
“Tahun lalu maksimal tarik tunai petty cash Rp 2,5 juta. Masih ada yang narik (menarik uang) 10 lembar, 15 lembar. Sekarang 1 rupiah pun tidak boleh, semua harus transfer,” ujar Ahok. Program ini merupakan bentuk dukungan Ahok-Djarot dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Bank Indonesia, yang memiliki target agar Indonesia dapat memposisikan transaksi non-tunai sebagai cara pembayaran umum yang bersifat sehari-hari. Ahok-Djarot akan secara bertahap memperkenalkan sistem pembayaran non-tunai, agar masyarakat dapat lebih memahami dan nyaman menggunakan Kartu Jakarta One tersebut.
“Tahun lalu maksimal tarik tunai petty cash Rp 2,5 juta. Masih ada yang narik (menarik uang) 10 lembar, 15 lembar. Sekarang 1 rupiah pun tidak boleh, semua harus transfer,” ujar Ahok. Program ini merupakan bentuk dukungan Ahok-Djarot dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Bank Indonesia, yang memiliki target agar Indonesia dapat memposisikan transaksi non-tunai sebagai cara pembayaran umum yang bersifat sehari-hari. Ahok-Djarot akan secara bertahap memperkenalkan sistem pembayaran non-tunai, agar masyarakat dapat lebih memahami dan nyaman menggunakan Kartu Jakarta One tersebut.
Menuju Jakarta yang Setara: Program Peka Gender Ahok-Djarot
Pemerintah
provinsi DKI Jakarta memiliki tanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan seluruh masyarakat,
termasuk kebutuhan kaum perempuan. Ahok-Djarot, sebagai Calon Gubernur dan
Wakil Gubernur petahana, telah secara khusus mengidentifikasi dan merespon
kebutuhan wanita Jakarta. Kanker
Serviks dan Proses Persalinan Kebijakan kesehatan, misalnya,
merupakan salah satu contoh kebijakan yang peka gender. Kartu Jakarta Sehat
(KJS) memiliki fungsi perlindungan kesehatan reproduksi perempuan dan pelayanan
gratis. Pelayanan gratis KJS meliputi pelayanan bersalin, pemeriksaan papsmear,
dan pengobatan kanker serviks serta kanker payudara di Pusat Kesehatan
Masyarakat yang ada di Jakarta. Tak hanya itu, jika terdapat warga yang
terindikasi kanker serviks, Puskesmas DKI akan melakukan pendampingan hingga
sembuh. Biaya pengobatan tetap ditanggung oleh pemerintah.
Hal ini sejalan dengan keinginan Pemprov DKI untuk menurunkan angka penderita kanker serviks. Pemerintah juga hendak berkontribusi dalam menurunkan Angka Kematian Ibu sehingga persalinan menjadi fokus pelayanan KJS untuk menjawab pemenuhan kebutuhan kaum perempuan. Aktualisasi Potensi Wanita di RPTRA atau Ruang Terbuka Publik Ramah Anak, juga dirancang agar dapat menjawab kebutuhan kaum laki-laki maupun wanita. Fasilitas publik itu nantinya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang menunjang aktualisasi diri sebagai perempuan, baik dalam bentuk pelatihan, UMKM, maupun komunitas. Pemenuhan kebutuhan kesehatan dan pendidikan akan terealisasi dalam berbagai program RPTRA. Setiap warga DKI Jakarta, termasuk para ibu, juga bisa berkumpul dan berekspresi di RPTRA. Harapannya, kaum wanita memiliki ruang luas untuk menjadi dirinya sendiri dan menelaah bakat dan minat mereka lebih lanjut di RPTRA. Kursi Bus TransJakarta yang Menghadap ke Depan “Di kota besar ini heterogen. Ada wanita yang risih berhimpitan dengan pria,” ujar Ahok saat meresmikan bus TransJakarta peka gender pada Hari Kartini tahun 2016 lalu.
Hal ini sejalan dengan keinginan Pemprov DKI untuk menurunkan angka penderita kanker serviks. Pemerintah juga hendak berkontribusi dalam menurunkan Angka Kematian Ibu sehingga persalinan menjadi fokus pelayanan KJS untuk menjawab pemenuhan kebutuhan kaum perempuan. Aktualisasi Potensi Wanita di RPTRA atau Ruang Terbuka Publik Ramah Anak, juga dirancang agar dapat menjawab kebutuhan kaum laki-laki maupun wanita. Fasilitas publik itu nantinya dapat dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan yang menunjang aktualisasi diri sebagai perempuan, baik dalam bentuk pelatihan, UMKM, maupun komunitas. Pemenuhan kebutuhan kesehatan dan pendidikan akan terealisasi dalam berbagai program RPTRA. Setiap warga DKI Jakarta, termasuk para ibu, juga bisa berkumpul dan berekspresi di RPTRA. Harapannya, kaum wanita memiliki ruang luas untuk menjadi dirinya sendiri dan menelaah bakat dan minat mereka lebih lanjut di RPTRA. Kursi Bus TransJakarta yang Menghadap ke Depan “Di kota besar ini heterogen. Ada wanita yang risih berhimpitan dengan pria,” ujar Ahok saat meresmikan bus TransJakarta peka gender pada Hari Kartini tahun 2016 lalu.
Ahok-Djarot
berencana untuk memperbanyak armada bus peka gender ini. Bus ini didesain
dengan tempat duduk khusus yang menghadap ke depan – tidak menghadap ke
penumpang di kursi lain seperti layaknya bus TransJakarta yang lain. Mereka
merasa bahwa skema seperti ini akan membuat para wanita dapat duduk dengan
lebih nyaman, tanpa takut diperhatikan oleh orang lain di hadapannya. Pemberdayaan Ibu-Ibu PKK
Ahok-Djarot akan mengkaryakan ibu-ibu PKK untuk memberikan pendidikan bagi
pelaku Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) tentang pentingnya menggunakan
pembayaran non-tunai, atau cashless, dalam setiap transaksi pedagang di pasar.
Langkah ini penting agar pelaku usaha ekonomi rakyat naik kelas. “Kita sudah
minta ijin ke BI agar ibu-ibu PKK menjadi agen perubahan yang bisa memberi
inspirasi bagi pelaku UMKM. Nanti ibu-ibu PKK ini membawa mesin Electronic Data
Capture (EDC). Sehingga setiap saat bisa menyetor ke orang yang megang mesin
EDC,” jelas Ahok lebih lanjut saat menerima warga di Rumah Lembang, di Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar